Jumat, 29 Januari 2010

Dibalik Pesona Linux

SEORANG teman bercerita telah mencoba salah satu sistem operasi berbasis Linux. Ia tertarik mencoba karena jenuh terhadap sistem operasi komputer yang sudah ada. Namun, sejak saat itu ia juga mengaku kapok dan tidak akan mencoba Linux lagi. Alasannya praktis, karena Linux ketika itu masih sangat rumit digunakan.

Namun, itu terjadi beberapa waktu lalu saat Linux masih sebatas baris perintah. Kini Linux telah berubah, menjadi lebih canggih, relatif mudah digunakan, dan memiliki tampilan cantik.

Di kalangan pengguna komputer, kemudahan penggunaan Linux ketimbang sistem operasi lain seperti Windows atau Macintosh memang masih menjadi perdebatan. Namun harus diakui, sistem operasi Linux saat ini sudah jauh lebih mudah ketimbang Linux generasi sebelumnya.

Sistem operasi bermaskot penguin itu telah menggunakan graphical user interface (GUI) yang lebih praktis. Kita tinggal memilih menggunakan tampilan ala GNOME, KDE, atau Xfce. Ketiganya juga sudah mendukung tampilan tiga dimensi yang manis.

Hadirnya amunisi-amunisi baru Linux seperti Linux untuk netbook, instalasi lewat flashdisk, Linux Portabel, dan Linux LiveCD dan LiveUSB menunjukkan perkembangan Linux yang signifikan. Ketersediaan Wubi Installer juga turut memudahkan pengguna Windows memasang dan membuang Linux seperti memasang dan membuang aplikasi biasa.

Anda yang membutuhkan waktu beralih ke Linux juga difasilitasi dengan perangkat Lunak cuma-cuma bernama Wine (Winehq.org). Dengan Wine, kita tetap bisa menggunakan semua perangkat lunak berbasis Windows dalam sistem operasi Linux.

Perbedaan utama Linux dengan sistem operasi lain terletak pada kernel dan komponen-komponennya yang bebas dan terbuka. Kernel semacam perangkat lunak yang menjadi bagian utama dari sebuah sistem operasi. Tugasnya melayani bermacam program aplikasi untuk mengakses perangkat keras komputer secara aman.

Keluarga Linux

Sistem operasi Linux memiliki banyak kerabat. Kerabat-kerabat dalam Linux dikenal dengan istilah distro. Hingga saat ini ratusan distro Linux bisa kita dapatkan secara gratis. Tapi sayang, karena pilihan yang terlalu banyak itu, para pengguna justru sering dibuat bingung.

Menurut catatan Distrowatch.com distro Linux yang paling populer pada 2008 lalu adalah Ubuntu (termasuk Kubuntu, Xubuntu, dan Edubuntu), Opensuse, Mandriva, dan PCLinuxOS.

Ada pula distro Linux yang mengabdikan diri terhadap dunia pendidikan, yakni Edubuntu (Edubuntu.org). Generasi Linux terbaru yang kita kenal saat ini antara lain Mandriva 2009, OpenSuse 11.1, dan Ubuntu 9.04.

Perkembangan generasi Linux sangat cepat jika dibandingkan dengan sistem operasi lain, rata-rata berganti setiap enam bulan sekali. Kita juga tidak perlu repot melakukan instal ulang untuk berganti dari generasi lama ke generasi terbaru. Kita tinggal menekan tombol upgrade dan proses akan selesai.

Mesin virtual

Salah satu faktor yang mempersulit penetrasi penggunaan Linux ialah keraguan para pengguna komputer untuk melepaskan sistem operasi yang sudah ada. Untuk menepis keraguan itu, kita bisa menjajal teknologi mesin virtual. Dengan teknologi tersebut, Linux bisa kita gunakan di atas Windows yang sedang berjalan layaknya menonton televisi. Bahkan kita bisa langsung menggunakan Linux di atas Windows.

Virtualisasi bisa kita lakukan menggunakan perangkat lunak milik Sun Microsystem, yakni Sun xVM Virtualbox. Kita bisa mengunduhnya di situs Sun.com. Sebelum menjajal mesin virtual, kita tetap mesti mengunduh CD ISO Linux di situs distro masing-masing. Dengan mesin virtual, kita bisa menjajal puluhan distro Linux tanpa menjalani proses instalasi sama sekali.

Internet cepat

Linux konon menawarkan sensasi berinternet dengan kecepatan lebih baik jika dibandingkan dengan sistem operasi lain. Hal tersebut sangat terasa ketika kita mengunduh data. Linux juga relatif aman dari serangan virus dari dunia maya karena menggunakan sistem file dan kernel yang berbeda dengan sistem operasi lain.

Dengan Linux, kita juga tidak perlu membeli perangkat lunak tambahan karena semua sudah tersedia dalam satu paket. Misalnya, untuk mengetik kita tidak perlu membeli aplikasi perkantoran karena telah ada Open Office. Demikian pula perangkat lunak untuk chatting, browsing, dan sebagainya bisa langsung kita gunakan dalam sistem operasi tersebut. Semuanya bisa kita peroleh secara cuma-cuma. Alhasil, kita tidak perlu lagi menggunakan perangkat lunak bajakan.

Linux juga tidak bergantung kepada vendor (vendor independence) karena dikendalikan oleh pengembang dan komunitas pengguna. Karena tidak bergantung pada vendor, Linux juga memiliki kelemahan. Beberapa pabrikan perangkat keras masih ada yang anti-Linux. Tidak mengherankan jika beberapa perangkat keras masih enggan bekerja maksimal di Linux.

Di Indonesia, ketertarikan masyarakat terhadap Linux terbukti menguat. Hal itu bisa dilihat dengan maraknya komunitas pengguna Linux Indonesia seperti yang bisa kita lihat di Linux.or.id, Opensuse.or.id, Mandriva-user.or.id, Ubuntu-id.org, dan UbuntuLinux.or.id. (OL-5)



Sumber: Media Indonesia Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar