Minggu, 17 Januari 2010

Demokratisasi vs Keadilan di Lebanon

BAGI para pemimpin Amerika utamanya, Bush mengemukakan hal tentang posisi Timur Tengah dalam politik Amerika, bahwa karena kelompok teroris telah melukai negerinya pada Black September 11 September 2001, sehingga AS tidak hanya akan menyatakan perang pada terorisme, tetapi berkewajiban untuk memikul beban penyebaran demokrasi di Timur Tengah, yang dianggap sebagai lahan subur terorisme demi mengamankan negaranya. Pernyataan tersebut selain sebagai satu alasan penting melakukan kegiatan politik secara fisikly dan aktif di Timor tengah juga merupakan upaya membangun demokrasi sebagai upaya prefentif mengubah "Mind Set" radikalisme yang kuat dalam ideologi pejuangan dan masyarakat Arab.

Seperti ditunjukkan di Afghanistan dan lebih mengenaskan serta kontroversial di Irak, satu metode dalam melakukan penyebaran demokrasi adalah dengan perang melalui invasi dan serangan preventif. Serangan-serangan semacam itu tidak akan terbatas pada memerangi terorisme tetapi juga meluas maknanya dengan mencegah negara manapun yang berani menantang supremasi keadidayaan AS saat ini dan di masa datang

Afghanistan dibombardir untuk melancarkan kelangsungan bisnis minyak internasional yang sedang dibangunnya dari daerah Balkan. Dan mengganti sistem pendidikan komunitas bangsa di daerah tersebut dengan pendidikan Barat, sehingga tidak mengherankan jika barang-barang yang berbau pornografi dan sebagainya yang menjadi ciri kedewasan bangsa barat sangat mudah diperoleh saat ini disana. Demikian juga dengan Irak, atas nama demokrasi yang diterjemahkannya sendiri dengan dalih keamanan dunia karena penggunaan dan pengembangan senjata kimia, pemerintahan Irak dihapuskan dan diganti berdasarkan keinginan dan kepentingan mereka.

Arab Saudi, Kuwait sangat tergantung AS terkait bantuan keamanan sebagai sekutu di negara timur tengah. Tentunya segala kerja sama tersebut bukan tidak memiliki konsekwensi-konsekwensi. Seperti di Irak saat ini, perusahaan-perusahaan pengelolaan kilang-kilang atau sumur-sumur minyak telah didominasi oleh pengusaha dari luar Irak. Hal ini merupakan kompensasi pembiayaan perang oleh berbagai perusahaan besar kepada pemerintah Amerika untuk menopang biaya militer selama invasi ke Irak.

Saat ini, Iran, Suria masuk dalam target militer AS, ada beberapa alasan yang digunakan untuk menguasai negara yang saat ini sangat maju dalam perkembangan Teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut yang dianggap sebagai kompetitor penting utamanya bagi keseimbangan kekuakatan diri dan sekutunya di kawasan. Dan satu issu kuat yang digunakan bahwa bangsa ini adalah penopang kuat lahir dan eksisnya kelompok terorisme internasional. Pengayakan uranium yang dikembangkan di Iran yang cukp berhasil dapat menjadi satu instrumen pengganggu dalam politik kawasan AS.

Demokrasi yang Telah Mati

Sebenarnya, Demokrasi telah mati saat berakhirnya perang dingin dengan tumbangnya Uni Sovyet melalui gerakan glassnost dan pereistroika yang dilakukan Gorbacev. Mengapa demikian, karena ketika demokrasi telah kehilangan kompetitor kuat yaitu Komunisme, maka secara otomatis yang tinggal adalah hegemoni dan dominasi. Hal ini terbukti bahwa dalam perjalanan demokrasi kemudian, tidak lagi secara ideologis memberikan pemahaman betapa demokrasi tersebut dapat dijadikan sebagai bentuk pertanggungjawaban yang dapat menjamin hak dan kewajiban bagi setiap warga negara. Dimana berubah menjadi keharusan tiap negara untuk tunduk dan patuh terhadap merkanisme yang dibuat sebagai agenda setting Capitol Hill kepada pemerintahan Dunia.

Global Governance yang menjadi tujuan penciptaan tatanan pemerintahan demokratis hingga saat ini berhasil. Akibatnya suatu ketika maka berbagai urusan bangsa-bangsa didunia, dipengaruhi oleh pemerintahan Amerika Serikat sebagai penentu. Seperti dalam mekanisme Dewan Keamanan dan sidang umum PBB yang lumpuh saat ini. Tak sebuah bangsapun yang mencoba melawan hegemoni secara terbuka atas tindakan Amerika menghancurkan negara bangsa yang dibuat dalam proses demokrasi lokal yang dikembangkan sebuah bangsa utamanya di negara terbelakang.

Penataan demokrasi yang dibentuk dan dikembangkan oleh sistem pemerintahan negara yang mengadopsi ajaran Amerika sebagai kiblat, tentunya secara otomatis akan menjadikan kiblat tersebut sebagai tujuan kesucian. Bahkan bisa jadi menjadi penentu bagi kelangsungan hidup sebuah bangsa. Sehingga untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di Timur tengah, sebanarnya secara pragmatis sangat mudah tanpa perang fisik yaitu mengikuti keinginan Amerika. Sebab bagi mereka, kebenaran demokrasi itu hanya bisa diberikan bagi teman, dan bukan kepada pembangkang.

Memang demokrasi Amerika ini, aneh bin ajaib karena dapat berubah tafsirannya sesuai kebutuhan pemilik saham kebenaran demokrasi yaitu pemerintah Amerika Serikat. Dapat dibayangkan bahwa tuduhan yang ditujukan kepada pemerintahan Saddam tentang senjata pemusnah massal yang tidak terbukti, kemudian dikenakan hukuman oleh pemerintahan boneka Amerika dengan kasus berbeda. Ini adalah suatu penganiayaan dan pembohongan demokrasi terhadap nilai-nilai dasar yang dikembangkannya.

Saat ini bangsa Palestina dan Lebanon memasuki hari ke 19 dihujani dengan senjata-senjata buatan AS sebab Israel adalah satu-satunya negara Timor tengah yang memiliki perlengkapan militer tercanggih yang didukung oleh pemerintahan Washington. Akankah uluran tangan malaikat demokrasi turun ke dua daerah yang menjadi bulan-bulanan Israel ini, ataukah uluran tangan kasihan dengan bantuan kemanusiaan yang pada saat bersama peluru berdesingan dan menjadi pencabut nyawa bagi anak bangsa.

Bukankah ini yang disebut dengan genoside? Memang saat ini, pemerintahan gedung putih sedikit mulai bergeser tetapi dengan satu persyaratan rumit yaitu pelucutan senjata pejuang Hisbullah yang merupakan alat kelengkapan perjuangan resmi yang dimilki oleh bangsa arab yang berdiam di Lebanon dan Palestina terkait dengan konflik dengan Israel yang telah diselesiakan oleh resolusi dewan keamanan PBB tetapi tidak pernah dijalankan oleh Israel.

Setiap hari Jeritan anak manusia yang meregang nyawa tidak membuat bangsa manusia aneh (Israel) ini bergeming. Sekalipun seluruh persatuan lintas agama mengutuk dan mendoakan mereka untuk tidak selamat seperti yang dilakukan seluruh pemeluk agama saat ini diseluruh dunia, tetap tidak menggoyahkan keangkuhannya akan kecanggihan teknologi. Dengan kenyataan tersebut menunjukkan bahwa benar-benar israel telah menjelma menjadi anak binaan bangsa Superior AS.

Dasar teorisasi demokrasi bahwa ketika pandangan dari masyarakat lain atau orang lain tidak memperoleh tempat dalam kebijakan umum yang diambil maka sebenarnya berbicara demokrasi sama sekali tidak berfaedah, sebab umumnya perilaku politik negara besar pada umumnya menggunakan mainstream demokrasi minimalis dalam pelaksanaan teori demokrasi dalam kehidupan dan kebijakan politiknya seperti dalam kasus Timur Tengah ini, yaitu penyelesaian konflik politik dengan perang.

Demokrasi mempersyaratkan proses yang dilandasi oleh saling kesepahaman dan pengertian yang mengedepankan pertanggungjawaban akan suatu tindakan, sehingga tercipta berbagai konsensus sebagai produk dengan kualitas tertinggi demokrasi. Ataukah menjadi kebenaran kecurigaan masyarakat AS sendiri atas kebijakan pemerintahannya yang disinyalir membangun tyran baru, yang dalam film dokumenter terbaru yang dirilis Agustus berjudul From Freedom To Facism benar-benar merupakan realitas baru yang dibangun oleh pemerintah AS, yang berdiri diatas kekuatan arogansi negara sehingga melahirkan musuh baru peradaban dunia, bukan hanya bagi masyarakat AS tetapi dunia.

Fenomena diatas, secara meyakinkan merupakan penjelasan seperti dikatakan oleh (Haal;1996) bahwa terjadinya jurang perbedaan dalam memaknai demokrasi sehingga memunculkan aliansi-aliansi dan persetujuan diantara kekuasaan yang berusaha membentuk tatanan iinternasional unutk kepentingan mereka sendiri. Sehingga dengan diterapkan bentuk penanganan konflik "terorisme" menjadi mengemuka waktu terakhir karena nilai arogansi ideologi tersebut, hanya akan menumbuhkan tumbuhnya berbagai kelompok milisi baru yang akan kuat, karena pendekatan harga diri dan pertahanan diri sebagai protective. Dan ini tidak dilandasi pemikiran panjang, tetapi lebih sebagai bentuk penegakan hak atas keadilan. Sehingga jika diprediksi "terorisme" akan tumbuh subur sebagai alternatif bentuk perlawanan terhadap hegemony negara maju bagi masyarakat dunia tertinggal dimasa depan, merupakan sebuah warning yang tak dapat disepelekan.

* M. Nur Alamsyah,S.IP.,M.Si, Staf pengajar prodi Ilmu Pemerintahan Fisip Untad/Pengurus Assosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Cabang Palu Sulteng.




SUMBER:www.radarsulteng.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar